TARIAN HEDUNG DARI SUKU
LAMAHOLOT
A. Selayang Pandang
Tarian Hedung adalah tarian perang yang berasal dari
Adonara. Sejarah mencatat, Zaman dahulu
orang Adonara terkenal dengan perang tanding; perang antar keluarga, antar suku
atau antar kampung. Penyebab paling pertama terjadinya perang adalah persoalan
batas wilayah, dan hak atas kepemilikan tanah. Dari corak, tarian ini terbagi
dalam tiga jenis:
1. Hedung
Tubak Belo (menggambarkan perang tanding).
Tarian
ini dilakukan ketika hendak berperang. Secara komunal masyarakat Adonara mulai
berkumpul dan melangsungkan ritual adat yang diselingi dengan tarian Hedung di
rumah adat. Ritual adat dan tarian ini sendiri merupakan bentuk permohonan
(doa) masyarakat adonara yang dipanjatkan kepada Rela Wulan Tana Ekang (langit
dan bumi), agar dilimpahkan keselamatan dan kemenangan bagi masyarakat Adonara
yang akan bertempur di medan laga.
2. Hedung
Hodi Kotek (menggambarkan acara penjemputan perang yang membawa kepala sebagai
tanda kemenangan).
Tarian
ini dilakukan ketika pasukan yang diutus kembali dengan kemenangan. Para penari
biasanya menjemput pasukan yang membawa kepala sebagai tanda kemenagan, dengan
iringan tari-tarian mulai dari pintu gerbang kampung sampai ke rumah adat untuk prosesi atau
upacara selanjutnya.
3. Hedung Mageneng Kabeleng (menggambarkan acara
penerimaan tamu).
Tarian
ini dilakukan pada saat kedatangan tamu agung (orang besar). Melambangakan
sikap hormat dan pengahargaan (respek) masyarakat Adonara terhadap tamu yang
datang.
Peralatan yang
digunakan dalam membawakan tarian ini antara lain: Kanube (parang), Gala
(tombak atau lembing), Doopi (Perisai), Kenobo (perhiasan di kepala terbuat
dari daun kelapa atau daun lontar), Gasing (alat yan dipasang pada pergelangan
kaki, yang berbunyi jika kaki dihentakan), Gong bawa (gong gendang), Gong Inang
(gong induk), Gong Anang (gong anak atau kecil), Keleneng dan Tmirung, dan Gendang.
Para penari memiliki
busana khusus pada saat membawakan tarian ini. Busana yang dikenakan penari
tersebut dirinci dalam beberapa jenis yaitu: Nowing (kain sarung tenun asli daerah
yang dipakai kaum pria), Kelala (ikat pinggang), dan Senai (kain selendang
tenun asli daerah). Penari berjumlah tidak tentu, sesuai dengan kebutuhan. Namun
biasanya paling sedikit lima orang. Penari
yang posisinya paling depan umumnya bertindak sebagai pemandu.
B.
Tarian
Hedung dan Transformasi Logis
1. Tarian
Hedung dan transformasi eksistensi
Pemaparan singkat
tentang tarian hedung pada sub bahasan diatas, sekiranya menjadi dasar pijak
atau dasar tolak untuk melihat seberapa jauh tarian ini telah mengalami
transformasi atau perubahan. Eksistensinya, tarian ini tidak mengalami
perubahan berarti. Gerakan-gerakan tarian hegong sendiri mutlak tidak mengalami
perubahan, demikian pun dengan peralatan tari yang digunakan. Hanya dalam
beberapa pertunjukan kita dapat menjumpai para penari yang tidak lagi
menggunakan Nowing (kain sarung adat yang digunakan penari) tetapi kain biasa.
Tidak ada alasan mendasar mengapa terjadi demikian, tetapi kelompok berusaha
memberikan sedikit analasis terhadap fenomena ini.
Perkembangan dan
kemajuan teknologi memiliki dampak terhadap perubahan-perubahan sosial yang
terkajadi dalam masyarakat. Demikian pun yang dialami masyarakat Adonara.
Masuknya komoditas-komoditas luar berimbas pada lengsernya kedudukan kerajinan
lokal yang ada dalam masyarakat Adonara. Hal ini berpengaruh pada melemahnya
etos kerja masyrakat, terutama dalam menciptakan kerajinan-kerajinan lokal.
Pada akhirnya pasar komoditas luar mendapat tempat khusus dalam kehidupan
masyarakat setempat. Oleh karena itu menjadi sulit pada generasi sekarang untuk
menemukan kerajinan-kerajinan lokal seperti tenunan asli. Demikian analisis
kelompok terhadap fenomena yang terjadi.
2. Tarian
Hedung dan Tranformasi Esensi
Bahwasannya ketika kita mulai mengkaji lebih
dalam ternyata esensi dari tarian hegong telah sedikit demi sedikit mengalami
pergeseran atau perubahan (transformasi), yang dinilai cukup signifikan
a. Konteks
Waktu
Dewasa ini, pertunjukan tarian hedung tidak
lagi berlangsung hanya ketika terjadi perang tanding. Dalam beberapa moment
tarian hegong sudah dipertunjukan sebagai bentuk hiburan rakyat. Misalnya
ketika menjemput tamu agung, dan menjadi tarian tahunan menyambut datangnya
tahun baru serta ketika berlangsung acara adat besar lainnya.
Hal ini terjadi semenjak pemerintah
mulai mengintervensi kehidupan sosio-kultural masyarakat setempat. Dalam banyak
kasus, kecenderungan pemerintah untuk turut terlibat terhadap persoalan-persoalan
yang terjadi dalam masyarakat, terutama yang sifatnya provokatif (berpotensi
melahirkan konflik) misalnya persoalan hak ulayat dan batas tanah (wilayah)
menjadi sangat besar. Dengan demikian solusi yang dipakai menjadi bervariatif
demi menghindari terjadinya pertumpahan darah. Pada masa inilah orang-orang
Adonara mulai meninggalkan tradisi perang tanding sebagai jalan keluar terhadap
masalah hak ulayat atau batas tanah.
Mengurangnya frekuensi perang tanding
yang terjadi di Adonara, pada akhirnya berdampak pula terhadap keberlangsungan
hidup tarian hedung itu sendiri. Mensiasati ketakutan punahnya tarian ini, maka
masyarakat Adonara mulai mencari cara untuk menjaga kelesatarian hedung, antara
lain dengan menerapkan cara-cara seperti yang telah kelompok paparkan diatas.
b. Pergeseran
Nilai dan Orientasi
Perkembangan terakhir menunjukan bahwa
telah terjadi tranformasi nilai dan orientasi kulturalis dalam tubuh tarian
hedung. Nilai dan orientasi itu sendiri sebenarnya termaktub dalam pemakanaan atau
makna terian tersebut; membahasakan apa tarian hedung pada taraf sebenarnya?
Menurut keyakinan masyarakat setempat
(masyarakat Adonara), selain sebagai ungkapan penghormatan terhadap tamu agung
yang mengunjungi wilayah mereka, tarian ini
juga sebenarnya merupakan untaian doa permohonan dan syukur terhadap
Rela Wulan Tanah Ekan (panguasa langit dan bumi). Permohonan yang dimaksud
adalah permohonan atau permintaan agar diberikan berkat keselamatan dan
kemenangan bagi laskar adat atau suku ketika berlaga dimedan perang, dan pengertian
syukur itu sendiri merujuk pada syukur atas karunia kemenangan yang diperoleh.
Pengertian pergeseran nilai dan
orientasi yang dimaksudkan kelompok sebenarnya menitikberatkan pada konteks doa
permohonan dan syukur sebagai pemaknaan terhadap simbol dari masyarakat
Adonara. Dewasa ini Hedung dipahami sebagai tarian penghormatan terhadapa arwah
leluhur yang mati atau telah mengorbankan jiwa raganya ketika bertempur (perang
tanding). Terkandung syukur dan permohonan tetapi dalam konteks yang berbeda.
Permohonan yang dipahami saat ini adalah permohonan keselematan jiwa bagi
leluhur tersebut, dan syukur sendiri adalah syukur atas karunia dan berkat yang
boleh diterima masyarakat sepanjang perjalanan hidup masyarakat Adonara baik sebagai komuninitas maupun sebagai
individu.
Alasan untuk menjawabi pertanyaan
mengapa hal ini terjadi; masih berkaitan dengan alasan yang dipaparkan pada
poin pertma diatas yakni ketika pemerintah mulai mengintervesnsi kehidupan
masyarakat, kemudian berimpact pada
masyarakat mulai meninggalkan perang tanding, selanjutnya timbul kesadaran
masyarakat terhadap upaya melestarikan tarian ini, dan berimbas juga pada
penilaian atau pemaknanaan itu sendiri.
C.
Penutup
Pada semua bentuk kebudayaan, fenomena
yang disebut sebagai transformasi atau perubahan menjadi sesuatu yang tidak
terelakan. Sifat kebudayaan yang dinamis; yang senantiasa mengikuti perubahan
pola hidup atau kehidupan sosial masyarakat, demi pemenuhan kebutuhan hidup
manusia itu senadiri, berandil pada perubahan yang terjadi pada bentuk
kebudayaan itu sendiri, baik secara eksistensi maupun esensinya.
Demikian
pun yang terjadi pada tarian Hedung (tarian adat orang Adonara). Perkembangan
zaman secara mengglobal yang dibarengi dengan perkembangan cara berpikir
manusia telah menyebabkan perubahan yang sangat signifikan dalam diri terian
tersebut. Seperti yang dipaparkan diatas bahwa perubahan itu sendiri terjadi
baik pada tataran eksistensi maupun pada
tataran esensi tarian itu sendiri.
Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa rangkaian kebutuhan kompleks manusia serta
perkembagan arus peradaban yang mengglobal merupakan faktor penting terhadap
lahirnya fenomena atau gejala perubahan pada kebudayaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar